Kamis, 14 Mei 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA (PEMBANGUNAN DAN OTONOMI DAERAH)

Dalam era reformasi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan otonomi daerah.Pertama adalah UU No.22/1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No.25/1999 tentang perimbangan keuangan antarapusat dan daerah. Kedua adalah UU No.32/2004 dan UU No.33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ketiga UU No.12/2008 tentang pemerintahan daerah. UU ketiga ini disebut revisi dari UU pertama dan kedua atas pemerintahan daerah.
Paket kebijakan otonomi daerah pertama dikeluarkan oleh Presiden B.J. Habibie dengan maksud mengubah pola otonomi daerah yang sentralistik (UU No.5/1974 Produk Orba) kearah yang lebih demokratis.
Dalam perjalanannya sesuai dengan kebutuhan demokrasi, UU No.22/1999 telah dinilai baik dari segi kebijakan dan implementasinya, dan ternyata mengalami kelemahan sehingga undang-undang tersebut mengalami revisi menjadi UU.32/2004 dan di revisi lagi menjadi UU No.12/2008.
Dengan lahirnya UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah , yang kini sudah diubah dengan UU 12/2008 diharapkan melahirkan check and balances dalam penyelenggaraan pemerintah daerah sehingga demokrasi tidak lagi sebatas coretan diatas kertas semata.
Gambaran Umum Otonomi Daerah :
A.Konsep Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya .

B.Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum yaitu perundang-undangan.

C.Tujuan Otonomi Daerah
Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1)Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
2)Pengembangan kehidupan demokrasi.
3)Keadilan nasional.
4)Pemerataan wilayah daerah.
5)Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6)Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7)Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
D.Asas Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah menggunakan asas-asas sebagai berikut:
1.Asas Desentralisasi: Penyerahan wewenang oleh pemerintahan pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.Asas Dekonsentrasi: Pelimpahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan/atau kepala instansi vertikal di wilayah tertentu untuk mengurus urusan pemerintahan.
3.Asas Tugas Pembantuan: Penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan desa serta dari pemerintah kabupaten/kota ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Otonomi Daerah dalam Perspektif Politik Lokal
      Pelaksanaan otonomi daerah yang dilandasi perubahan paradigma sentralisasi ke paradigma desentralisasi tidak hanya memperkuat otoritas pemerintah daerah serta menghasilkan kemajuan demokrasi di tingkat lokal, akan teta­pi juga pemberdayaan berkelanjutan baik pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Lahirnya UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah , yang kini sudah diubah dengan UU 12/2008 juga telah melahirkan sistem politik baru di daerah, oleh karena kepala daerah/wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat .
        Dengan demikian proses check and balances dalam penyelenggaraan pemerintah daerah berjalan secara sistemik, oleh karena pada satu sisi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu yang dilaksana­kan secara regular, demikian pula halnya kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilukada demokratik.
    Dalam hubungan ini pula, otonomi daerah telah mendorong demokratisasi tata kelola pemerintahan. Realisasi otonomi daerah juga telah menghasilkan kepemimpinan daerah yang lebih kredibel dan akuntabel, peningkatan efektivitas fung­si-fungsi pelayanan eksekutif yang terdesentralisasi, penataan sistem administrasi, efisiensi dan standarisasi keuangan daerah yang lebih jelas bersumber pada pen­dapatan Negara dan daerah, serta akselerasi sumber-sumber penerimaan terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam, pajak dan retribusi, juga pinjaman daerah.
Perkembangan masyarakat dalam konteks otonomi daerah tidak dapat dipungkiri telah menghasilkan kondisi obyektif bagi tumbuhnya budaya lokal, serta partisipasi rakyat secara melembaga dan kritis sebagai kontrol politik terhadap penyelengga­raan pemerintahan daerah.
Otonomi Daerah dalam Perspektif Ekonomi
      Di bidang ekonomi, otonomi daerah telah memperkokoh sendi-sendi perekonomian daerah dengan semakin berkembangnya pembangunan infrastruktur yang meng­gerakkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal (local economic growth) serta peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat.
       Kemajuan lain menunjukkan , pelaksanaan otonomi daerah yang menuntut terwu­judnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) telah mendorong para kepala daerah untuk mengembangkan kepemimpinan yang lebih transparan dan akuntabel, serta mengkondisikan berbagai langkah reformasi birokrasi. Realisasi kebijakan daerah yang memprioritaskan kesejahteraan rakyat, pada satu sisi telah meningkatkan Indeks Pembangunan manusia (IPM) secara rasional, dan pada sisi lain menghasilkan berkembangnya sektor-sektor pendidikan dan kesehatan ser­ta pengurangan kemiskinan.
        Selain itu juga otonomi daerah dalam perspektif ekonomi dituntut harus mampu mewujudkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan, baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaannya sesuai prinsip-prinsip otonomi daerah. Disini daerah dituntut agar mampu untuk mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pada dasarnya dilakukan dengan prinsip money follow function(besarnya distribusi keuangan didasarkan oleh distribusi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu antara pusat dan daerah). Hal ini berarti bahwa setiap bentuk penyerahan kewenangan harus diikuti dengan penyerahan pendanaan untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Dalam implementasinya, kepada daerah diberikan sumber sumber pendanaan terutama melalui pengalokasian Transfer ke Daerah seiring dengan pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Disamping transfer, pada dasarnya di daerah sendiri telah terdapat kewenangan untuk melakukan pungutan pajak dan retribusi, yang tertampung dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Otonomi Daerah dalam Perspektif Sejarah
        A.Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlahprovincie,regentschapstadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B.Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
C.Masa Kemerdekaan/Orla, Orba, Dan Reformasi

1.Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
a)Provinsi
b)Kabupaten/kota besar
c)Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2.Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a)Propinsi
b)Kabupaten/kota besar
c)Desa/kota kecil
d)Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

3.Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
a)Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
b)Daerah swatantra tingkat II
c)Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
a)Provinsi (tingkat I)
b)Kabupaten (tingkat II)
c)Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

5.Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi, akan tetapi dizaman soeharto pelaksanaannya cenderung sentralistik. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
a)Provinsi/ibu kota negara
b)Kabupaten/kotamadya
c)Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

6.Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:
a)Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
b)Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
c)Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
d)Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

7.Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

8.Periode UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
Otonomi Daerah dalam Perspektif Pancasila
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.

Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.
Hambatan Otonomi Daerah
Menurut Penulis, hambatan otonomi daerah ialah sebagai berikut:
1)Pemerintah pusat menganaktirikan daerah
2)Cenderung timbulnya egoisme "Putera Daerah"
3)Mudah tumbuhnya gerakan disintegrasi bahkan kemungkinan separatis dikarenakan pemerintah pusat tidak adil terhadap daerah untuk masalah bagi hasil kekayaan alam,dan lain-lain




http://politik.kompasiana.com/2014/09/16/otonomi-daerah-dalam-pembangunan--688380.html

Selasa, 14 April 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA (PEMERINTAHAN ORDE LAMA)

A. Pengertian Orde Lama
Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno diIndonesia.
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Orde lama (Demokrasi Terpimpin), terdiri dari beberapa kejadian penting..
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
c. Kas negara kosong.
d. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :


a.Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b.Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c.Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d.Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.


e.Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :


a)Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b)Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a)Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b)Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c)Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.


Masalah pemanfaatan kekayaan alam.
Pada masa orde lama : Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi tabungan anak cucu di masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka sudah mampu dan bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin, tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat minim.
Sistem pemerintahan
Orde lama : kebijakan pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.
Persamaan kebijakan ekonomi pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi.
  1. Sama-sama masih terdapat ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan
Setelah Indonesia Merdeka, ketimpangan ekonomi tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. Dalam 26 tahun masa orde baru (1971-1997) rasio pendapatan penduduk daerah terkaya dan penduduk daerah termiskin meningkat dari 5,1 (1971) menjadi 6,8 (1983) dan naik lagi menjadi 9,8 (1997). Ketika reformasi ketimpangan distribusi pendapatan semakin tinggi dari 0,29 (2002) menjadi 0,35 (2006).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kaum kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2.  Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
Orde Lama: Walaupun kecil, korupsi sudah ada.
Orde Baru: Hampir semua jajaran pemerintah koruptor (KKN).
Reformasi: Walaupun sudah dibongkar dan dipublikasi di mana-mana dari media massa,media elektronik,dll tetap saja membantah melakukan korupsi.


Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat yang sulit untuk disembuhkan akibat praktik-pratik pemerintahan yang manipulatif dan tidak terkontrol.



3. Kebijakan Pemerintah

Sejak pemerintahan orde lama hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka seperti “manusia setengah dewa”). Namun tiap-tiap masa pemerintahan mempunyai cirinya masing-masing dalam menjalankan arah kebijakan anggaran negara. Hal ini dikarenakan untuk disesuaikan dengan kondisi: stabilitas politik, tingkat ekonomi masyarakat, serta keamanan dan ketertiban.
Kebijakan anggaran negara yang diterapkan pemerintah selama ini sepertinya berorientasi pada ekonomi masyarakat. Padahal kenyataannya kebijakan yang ada biasanya hanya untuk segelintir orang dan bahkan lebih banyak menyengsarakan rakyat. Belum lagi kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran, yang hanya menambah beban APBN. Bila diteliti lebih mendalam kebijakan-kebijakan sejak Orde Baru hingga sekarang hanya bersifat jangka pendek. Dalam arti kebijakan yang ditempuh bukan untuk perencanaan ke masa yang akan datang, namun biasanya cenderung untuk mengatur hal-hal yang sedang dibutuhkan saat ini.
C. Berakhirnya Orde Lama
setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya mempunyai sejumlah sisi yang menonjol.yaitu;
1.Adanya konsep difungsi ABRI
2.Pengutamaan golonga karya
3.Manifikasi kekuasaan di tangan eksekutif
4.Diteruskannya sistem pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikanpejabat
5.Kejaksaan depolitisan khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep masca mengembang [flating mass]
6.Karal kehidupan pers

konsep diafungsi ABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya sudah ditempatkan oleh kepala staf angkatan darat.mayjen A.H.NASUTION tahun 1958 yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwaperan tentara tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga mempunyai tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan dan bahkan menjadi semacam kewajiban jikalau militer berpatisipasi dan bidang politik penerapan konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde baru memperoleh landasan yuridi konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.



https://aka99.wordpress.com/2010/03/13/o-rde-lama/

Minggu, 08 Maret 2015

PEREKONOMIAN INDONESIA (SISTEM EKONOMI)

1. Tuliskan beberapa kebaikan dan keburukan sistem ekonomi Liberal !
    KEBAIKAN :      
  • Adanya kebebasan berusaha, berinovasi, dan berkreativitas dalam melakukan kegiatan ekonomi.
  • Persaingan antarpengusaha mendorong kemajuan teknologi.
  • Hak milik perorangan diakui.
  • Setiap individu diberi kebebasan memiliki kekayaan dan sumber daya produksi.
  • Individu bebas memilih lapangan pekerjaan dan bidang usaha sendiri.
  • Adanya persaingan menyebabkan kreaktivitas dari setiap individu dapat berkembang.
  • Produksi barang dan jasa didasarkan pada kebutuhan masyarakat.


    KEBURUKAN :
  • Muncul kesenjangan yang besar antara yang kaya dan miskin.
  • Mengakibatkan munculnya monopoli dalam masyarakat.
  • Kebebasan mudah disalahgunakan oleh yang kuat untuk memeras pihak yang lemah.
  • Sulit terjadi pemerataan pendapatan. 
  • Bisa menimbulkan penindasan (eksploitasi) oleh manusia kepada manusia.
  • Banyak tibul praktik monopoli yang merugikan masyarakat. 

2. Tuliskan beberapa kebaikan dan keburukan sistem ekonomi Terpusat !
    KEBAIKAN :


  • Pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran dan masalah ekonomi lainnya.
  • Pasar barang dalam negeri berjalan lancar.
  • Pemerintah dapat turut campur dalam hal pembentukan harga.
  • Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan. 
  • jarang terjadi krisis ekonomi.  
    KEBURUKAN :


  • Mematikan inisiatif individu untuk maju.
  • sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat.
  • Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memilih sumber daya.
  • perhatikan bagaimana sistem ekonomi terpusat memecahkan permaalahannya. 
    
3. Ciri negara-negara yang menganut sistem ekonomi:
       LIBERAL 
       Ciri-ciri:

  1.  Masyarakat diberi kebebasan dalam memilih sumber-sumber produksi
  2.  Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam    kegiatan ekonomi
  3.  Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya pemerintah      dan masyarakat pekerja (buruh).
         Negara-negara yang menganut sistem ekonomi Liberal diantarannya negara komunis yaitu : Cina, Korea Utara, dan Rusia.




            TERPUSAT
            Ciri-ciri:

  1.     Seluruh sember daya dikuasai oleh Negara
  2.     Produksi dilakukan untuk kebutuhan masyarakat.          
  3.   Kegiatan ekonomi direncanakan oleh Negara dan diatur oleh pemerintah secara terpusat.     
     Negara-negara yang menganut sistem ekonomi Terpusat adalah negara komunis yaitu : Cina, Korea Utara, dan Rusia.      

           

            CAMPURAN     
            Ciri-ciri:


  1. Pemerintah aktif dalam kegiatan perekonomian.
  2. Rencana kebijakan perekonomian ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku bagi swasta.
  3. Pemerintah mengadakan pengawasan dan bimbingan kepada swasta agat tujuan pemerintah  tercapai. 
 Negara-negara yang menganut sistem ekonomi campuran adalah bekasNegara non-blok Indonesia, Mesir dan Malaysia.