Minggu, 09 Oktober 2016

"LAPORAN KEUANGAN MATA UANG ASING & ORGANISASI NIRLABA"

AKUNTANSI KEUANGAN LANJUT
“Laporan Keuangan Mata Uang Asing & Organisasi Nirlaba”




Disusun Oleh:
·         Adhitya widyastuti              (20214228)
·        Cherin Umbawa Hikmah    (22214343)
·        Elvira Divana                       (23214538)
·        Nova Yuli Andini                 (28214025)
·        Romartina Harhariza         (29214791)
·        Vava Pradia                         (2A214976) 

Kelas  : 3EB37

Dosen : Immi Fiska Tarigan





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2016/2017




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Laporan Keuangan Mata Uang Asing & Organisasi Nirlaba”. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Immi Fiska Tarigan selaku Dosen mata kuliah Akuntansi Keuangan Lanjut Universitas Gunadarma yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyusunan laporan keuangan mata uang asing di Indonesia dan organisasi nirlaba. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.


Bekasi, 29 September  2016
                                            


                                                                                                              Penyusun





DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
Aspek Standar Keuangan......................................................................................1
            Pengertian Translasi Tranlation....................................................................1
            Alasan Translasi...........................................................................................1
            Translasi Mata Uang Asing dan Inflasi........................................................2
            Laporan Keuangan Mata Uang Asing..........................................................5
            Pengaturan Mata Uang Dalam SAK-ETAP.................................................6
            Pengaturan Mata Uang dalam SAK.............................................................8
            Simpulan Aspek Standar Akuntansi Keuangan.........................................12
Organisasi Nirlaba...............................................................................................13
            Jenis dan Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba....................15
1.      Laporan Posisi Keuangan/Neraca............................................15
2.      Laporan Aktivitas.....................................................................18
3.      Laporan Arus Kas....................................................................22
Daftar Pustaka......................................................................................................24

           


          


ASPEK STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Pengertian Translasi Translation
Pengertian Translasi Translation adalah proses pernyataan kembali informasi laporan keuangan dari satu mata uang ke mata uang lain. Isu kurs dikombinasikan dengan berbagai methode translasi yang dapat digunakan dan perlakuan “Laba/Rugi” translasi yang berbeda membuat perbandingan hasil-hasil laporan keuangan dari satu perusahaan ke perusahaan lain atau perusahaan yang sama dalam periode yang berbeda menjadi hal yang sulit. Lana Sularto. Translasi mata uang asing adalah proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata uang lainnya.
Translasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan keuangan gabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan.
 Alasan translasi
Tiga alasan tambahan dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:
A. Mencatat transaksi mata uang asing;
B. Memperhitungkan efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang; dan
C. Berkomunikasi dengan peminat saham asing.
Alasan translasi Perusahaan dengan operasi luar negeri yaitu Perusahaan dengan operasi yang luas, tidak dapat menyiapkan laporan keuangan konsolidasi jika akun-akun mereka dan akun-akun subsidiaries tidak diungkapkan dalam satu mata uang. Skala kegiatan investasi internasional yang meluas saat ini meningkatkan kebutuhan penyampaian informasi kepada pembaca di negara lain yg signifikan menyusun laporan keuangan konsolidasi yang memungkinkan para pembaca laporan untuk mendapatkan pemahaman yang holistic atas operasi perusahaan, baik domestic dan luar negeri . Lana Sularto.   
Alasan translasi Alasan lain :
·         Mencatat transaksi valuta asing
·         Melaporkan aktivitas cabang internasional & anak perusahaan
·         Melaporkan hasil operasi independen di luar negeri . Lana Sularto.
Transaksi mata uang bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap.
Kurs pasar spot dipengaruhi berbagai faktor, termasuk juga perbedaan tingkat inflasi antar negara, perbedaan pada saham nasional, dan ekspektasi mengenai arah tingkat mata uang selanjutnya. Kurs ini bersifat langsung atau tidak langsung.
Kurs pada pasar forward adalah persetujuan untuk mentranslasikan sejumlah mata uang yang telah ditetapkan untuk masa yang akan datang.  Transaksi pada pasar forward mendapatkan potongan atau premi dari pasar spot, atau sebagai tingkat palsu pasar forward.
       Transaksi kurs swap melibatkan pembelian spot dan penjualan forward yang simultan, atau penjualan spot dan pembelian forward mata uang.

Translasi Mata Uang Asing dan Inflasi
Hubungan terbalik antara tingkat inflasi sebuah negara dengan nilai eksternal mata uangnya telah ditunjukkan secara empiris. Sehingga penggunaan kurs saat ini untuk mentranslasikan biaya asset nonmoneter yang bertempat dalam kondisi yang cenderung berinflasi akan menghasilkan padanannya mata uang domestic jauh di bawah nilai aslinya.
 Evaluasi dan pemilihan metode translasi mata uang asing. Metode konversi mata uang
Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang, yaitu :
 1. Metode Current/Non current
Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
Namun demikian, metode ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk mentranslasikan aktiva lancar secara tidak langsung menunjukkan bahwa kas, piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi risiko nilai tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya, translasi utang jangka panjang berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh mata uang yang berfluktuasi kedalam tahun penyelesaian.
2. Metode Monetary/non monetary
Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.
3. Metode temporal
Dengan menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories ataukah pasar).
Pos-pos dalam laporan laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode laporan. Sedang biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi yang berkaitan dengan pos-pos dalam neraca dikonversi dengan kurs histories (harga di masa lalu).
 4. Metode Current rate
Metode ini merupakan metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini.

Laporan Keuangan Mata Uang Asing
Berdasarkan ruang lingkup penerapan, terdapat dua standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh DSAK-IAI yang digunakan sebagai basis penyusunan laporan keuangan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berbasis Internasional Financial Reporting Standards dan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP). SAK-ETAP digunakan sebagai basis penyusunan laporan keuangan bertujuan umum (general financial statements) untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publiksignifikan.

Suatu entitas tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu ketika entitas tidak termasuk dalam salah satu dari dua kategori berikut ini, yaitu:
  1. entitas yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau 
  2.  entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang adan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.
Namun demikian entitas yang termasuk dalam dua kategori tersebut dapat menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan ketika otoritas yang berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK-ETAP. Pilihan untuk menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan bersifat voluntary.

Entitas yang memilih untuk tidak menggunakan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan maka entitas tersebut harus menggunakan SAK yang berbasis IFRS. Demikian juga entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan (entitas yang termasuk dalam dua kategori diatas) harus menggunakan SAK sebagai basis penyusunan laporan keuangan.

Pengaturan Mata Uang Dalam SAK-ETAP
Dalam SAK-ETAP Bab 25 Mata Uang Pelaporan diperkenalkan beberapa istilah terkait dengan mata uang, yaitu mata uang fungsional, mata uang pelaporan, dan mata uang pencatatan. Mata uang fungsional adalah mata uang utama dalam arti substansi ekonomi, yaitu mata uang utama yang dicerminkan dalam kegiatan operasi entitas. Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Sedangkan mata uang pencatatan adalah mata uang yang digunakan oleh entitas untuk membukukan transaksi.

Dalam Bab tersebut diatur bahwa mata uang pelaporan yang digunakan entitas di Indonesia untuk menyusun laporan keuangan adalah mata uang Rupiah. Entitas dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya jika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional. Sedangkan untuk pencatatan transaksi diatur bahwa mata uang yang digunakan sebagai mata uang pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan. Dengan kata lain bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disajikan dalam mata uang Rupiah.

Demikian pula pencatatan transaksi juga dilakukan dalam mata uang Rupiah. Entitas dapat menggunakan mata uang selain Rupiah (misal Dollar Amerika Serikat) sebagai mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan hanya jika mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.

Oleh karena itu, mata uang fungsional dapat merupakan mata uang Rupiah atau selain Rupiah, bergantung pada fakta substansi ekonominya. Suatu mata uang dikategorikan sebagai mata uang fungsional menurut SAK-ETAP apabila memenuhi seluruh indikator yaitu:
(i) indikator arus kas, yaitu arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama entitas didominasi oleh mata uang tertentu;
(ii) indikator harga jual, yaitu harga jual produk entitas dalam periode jangka pendek sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang tertentu atau produk entitas secara dominan dipasarkan untuk ekspor; dan
(iii) indikator biaya, yaitu biaya-biaya entitas secara dominan sangat dipengaruhi oleh pergerakan mata uang tertentu.

Pendekatan pembobotan pada setiap indikator tersebut dapat dilakukan ketika menentukan mata uang fungsional, namun entitas harus memberikan bobot paling besar untuk indicator arus kas. Demikian pula entitas disyaratkan untuk menggunakan pertimbangan professional dengan mempertimbangkan aspek operasi dan kegiatan rinci entitas, namun harus dilakukan dengan tingkat relevansi dan keandalan yang paling tinggi. Sehingga entitas memiliki tolok ukur yang konsisten dalam penentuan mata uang fungsional.

Implikasi atas pengaturan mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan adalah dampak selisih kurs akibat transaksi yang didenominasikan pada mata uang selain mata uang pelaporan dan pencatatan. Mata uang fungsional dianggap sebagai mata uang dasar dalam menentukan nilai tukar atau dalam perhitungan selisih kurs.

Transaksi yang didenominasikan selain mata uang fungsional harus ditranslasikan ke mata uang fungsional dengan menggunakan kurs yang terjadi pada tanggal transaksi. Pada akhir periode, saldo-saldo posmoneter yang didenominasikan dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang pelaporan dengan menggunakan kurs penutup.

Sedangkan untuk akun-akun nonmoneter dilaporkan dengan menggunakan kurs transaksi. Selisih kurs yang terjadi dicatat dalam laporan laba rugi. Akun moneter adalah akun SAK-ETAP juga mengatur bahwa entitas diharuskan untuk mengubah mata uang pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, jika mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke Rupiah.

Keputusan perubahan tersebut hanya dapat dilakukan jika terjadi perubahan substansi ekonomi dari mata uang fungsional.

Pengaturan Mata Uang Dalam SAK
SAK mengatur perihal mata uang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 10 (2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing (PSAK 10). Pada dasarnya PSAK 10 mengatur bahwa setiap entitas harus mencatat transaksi keuangan dalam pembukuan entitas dengan menggunakan basis pengukuran yang dinyatakan dalam mata uang fungsionalnya.

Oleh karena itu, setiap entitas harus mengevaluasi dan menentukan apa mata uang fungsionalnya. Transaksi yang dilakukan dalam valuta asing (valuta selain dalam mata uang fungsional) harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs spot pada tanggal transaksi.

Pada akhir periode pelaporan, saldo-saldo pos moneter dalam valuta asing dinilai ulang ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal pelaporan. Sedangkan pos nonmoneter dalam valuta asing dijabarkan dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi (saldo tercatat). Selisih kurs yang terjadi diakui dalam laporan laba rugi.

Dalam hal entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatan dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, maka pada saat menyiapkan laporan keuangan entitas menjabarkan semua jumlah-jumlah dalam pembukuan ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan prosedur:
(i) pos moneter menggunakan kurs penutup dan
(ii) pos nonmoneter menggunakan kurs pada tanggal transaksi.

Sehingga saldo yang dihasilkan setelah prosedur tersebut dilakukan akan sama dengan saldo pembukuan ketika dilakukan dalam mata uang fungsional. Kemudian, PSAK 10 menyatakan bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disusun dalam mata uang Rupiah. PSAK 10 juga mengatur bahwa setiap entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional atau mata uang yang berbeda.

Perbedaan mata uang tersebut terjadi karena berbagai sebab diantaranya karena :
(i) untuk tujuan konsolidasi bagi entitas induknya di luar negeri yang mata uang penyajiannya berbeda dengan entitas lokal,
(ii) mata uang fungsional entitas tersebut ternyata berbeda dengan mata uang pembukuan dan/atau penyajian laporan keuangan yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku,
(iii) untuk tujuan memenuhi kebutuhan kelompok investor tertentu, atau
(iv) sebab lainya.

Ketika laporan keuangan disajikan dalam mata uang yang berbeda dengan mata uang fungsional maka entitas menjabarkan saldo-saldo pembukuan dalam mata uang fungsional ke dalam mata uang penyajian dengan menggunakan kurs sebagai berikut:

(i) asset dan liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk komparatif) dijabarkan dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan tersebut,
(ii) penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif dijabarkan dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan
(iii) semua selisih kurs yang dihasilkan diakui dalam pendapatan komprehensif lain.

Prosedur ini hanya berlaku dalam kondisi ketika mata uang fungsional entitas bukan suatu mata uang dari kondisi ekonomi hiperinflasi (yaitu kondisi ekonomi ketika akumulasi tingkat inflasi dalam tiga tahun terakhir melebihi 100%).

Dalam PSAK 10, mata uang fungsional didefinisikan sebagai mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi, yaitu lingkungan entitas dimana menghasilkan dan mengeluarkan kas. Dalam menentukan mata uang fungsional entitas mempertimbangkan factor berikut ini sebagai faktor utama, yaitu:
(a) mata uang yang paling berpengaruh terhadap harga jual barang dan jasa dan dari Negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas,
(b) mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, entitas juga dapat menambahkan faktor-faktor berikut ini sebagai factor tambahan dalam menentukan mata uang fungsional, yaitu:
(a) mata uang yang mana dari aktivitas pendanaan dihasilkan atau
(b) mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.

Demikian juga dalam hal entitas memiliki kegiatan usaha luar negeri, maka dalam menentukan mata uang fungsional juga perlu mempertimbangkan sifat dan karakteristik dari kegiatan usaha luar negeri. Apabila berbagai indikator tersebut bercampur dan mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen menggunakan pertimbangannya untuk menentukan mata uang fungsional yang paling tepat menggambarkan pengaruh ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari.

Oleh karena itu, mata uang fungsional tidak berubah hingga kemudian terdapat perubahan pada transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari tersebut.

Simpulan Aspek Standar Akuntansi Keuangan
Fokus pengaturan mata uang dalam SAK-ETAP maupun SAK terletak pada penentuan mata uang fungsional dan pengakuan dampak selisih kurs yang terjadi. SAK mensyaratkan pengukuran transaksi untuk kemudian dicatat dalam pembukuan harus dengan menggunakan mata uang fungsional. Sedangkan laporan keuangan dapat disajikan dalam mata uang fungsional maupun mata uang yang berbeda. Sedikit berbeda pengaturan dalam SAK-ETAP, bahwa pada umumnya pembukuan dan laporan keuangan di Indonesia disajikan dalam Rupiah.
Entitas yang menggunakan SAK-ETAP dapat menyajikan laporan keuangan selain dalam mata uang Rupiah ketika mata uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.
Dikutip dari tulisan Pak Tarkosunaryo (Ketua Ikatan Akuntan Publik Indonesia)



ORGANISASI NIRLABA

Organisasi nirlaba memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan organisasi yang berorientasi kepada laba. Dalam menjalankan kegiatannya, organisasi nirlaba tidak semata-mata digerakkan oleh tujuan untuk mencari laba. Meski demikian not-for-profit juga harus diartikan sebagai not-for-loss. Oleh karena itu, organisasi nirlaba selayaknya pun tidak mengalami defisit. Adapun bila organisasi nirlaba memperoleh surplus, maka surplus tersebut akan dikontribusikan kembali untuk pemenuhan kepentingan publik, dan bukan untuk memperkaya pemilik organisasi nirlaba tersebut.

Dalam hal kepemilikan, kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali sebagaimana pada organisasi bisnis. Selain itu, kedua jenis organisasi tersebut bereda dalam hal cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba umumnya memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan donatur lain, yang idealnya, tidak mengharapkan adanya pengembalian atas donasi yang mereka berikan

Lebih lanjut, walaupun tidak meminta adanya pengembalian, namun para donatur sebagai salah satu stakeholder utama organisasi nirlaba tentunya mengharapkan adanya pengembalian atas sumbangan yang mereka berikan. Para donatur ini, baik mempersyaratkan atau tidak, tentu tetap menginginkan pelaporan serta pertanggungjawaban yang transparan atas dana yang mereka berikan. Para donatur ingin mengetahui bagaimana dana yang mereka berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk memberi manfaat bagi kepentingan publik.

Untuk itu, organisasi nirlaba perlu menyusun laporan keuangan. Hal ini bagi sebagian organisasi nirlaba yang scope-nya masih kecil serta sumber daya-nya masih belum memadai, mungkin akan menjadi hal yang menantang untuk dilakukan. Terlebih karena organisasi nirlaba jenis ini umumnya lebih fokus pada pelaksanaan program ketimbang mengurusi administrasi. Namun, hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan karena organisasi nirlaba tidak boleh hanya mengandalkan pada kepercayaan yang diberikan para donaturnya. Akuntabilitas sangat diperlukan agar dapat dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan kepada donatur, regulator, penerima manfaat dan publik secara umum.

Menurut PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4 jenis laporan keuangan sebagai berikut:
1.   Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
2.   Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan
3.   Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan
4.   Catatan atas laporan keuangan

Dari keempat jenis laporan tersebut, dapat dicermati bahwa laporan keuangan organisasi nirlaba mirip dengan organisasi bisnis, kecuali pada 3 hal utama, yaitu:
  •   Komponen laporan posisi keuangan organisasi nirlaba memiliki beberapa keunikan bila dibandingkan dengan komponen laporan keuangan organisasi bisnis. Hal ini akan dijelaskan pada  bagian berikutnya.
  •   Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan laba rugi, namun laporan ini dapat dianalogikan dengan laporan aktivitas. Informasi sentral dalam laporan laba rugi umumnya terletak pada komponen laba atau rugi yang dihasilkan organisasi bisnis dalam satu periode. Sementara itu, informasi sentral dalam laporan aktivitas terletak pada perubahan aset neto yang dikelola oleh organisasi nirlaba.
  •    Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan perubahan ekuitas sebagaimana layaknya organisasi bisnis. Hal ini disebabkan organisasi nirlaba tidak dimiliki oleh entitas manapun. Ekuitas dalam organisasi nirlaba bisa dianalogikan dengan aset neto yang akan disajikan pada laporan aktivitas. Aset neto tersebut terdiri dari tiga jenis, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

  1.    Aset neto tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Adapun bila sumbangan tersebut terikat, itu berarti sumbangan tersebut dibatasi penggunaannya oleh penyumbang untuk tujuan tertentu. Pembatasan tersebut dapat bersifat permanen atau temporer.
  2.   Aset neto terikat temporer adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu. Pembatasan penggunaan ini bisa ditetapkan oleh donatur maupun oleh organisasi nirlaba itu sendiri (misal: untuk melakukan ekspansi, atau untuk membeli aset tertentu).
  3.   Aset neto terikat permanen adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya dipertahankan secara permanen. Namun demikian, organisasi nirlaba diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut. Contoh aset jenis ini adalah dana abadi, warisan, maupun wakaf.


Meski PSAK 45 didedikasikan bagi organisasi nirlaba, namun standar ini juga dapat diterapkan oleh lembaga pemerintah, dan unit-unit sejenis lainnya. Namun perlu dicatat bahwa penerapan pada organisasi selain nirlaba tersebut hanya dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jenis dan Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba
Laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi (1) laporan posisi keuangan pada akhir periode laporan, (2) laporan aktivitas serta (3) laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan, dan (4) catatan atas laporan keuangan.

1.      Laporan Posisi Keuangan / Neraca
Laporan ini bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai aset, kewajiban, dan aset bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi ini dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi, kreditur dan pihak-pihak lain untuk menilai:
a)      kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan, dan
b)      likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, serta kebutuhan pendanaan eksternal.
Lebih lanjut, komponen dalam laporan posisi keuangan mencakup:

Aset
a.       Kas dan setara kas;
Bila ada kas atau aset lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang, maka hal ini harus disajikan terpisah dari kas atau aset lain yang tidak terikat penggunaannya.
b.      Piutang (misalnya: piutang pasien, pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain);
c.       Persediaan;
d.      Sewa, asuransi, dan jasa lainnya yang dibayar di muka;
e.       Surat berharga/efek dan investasi jangka panjang;
f.    Tanah, gedung, peralatan, serta aset tetap lainnya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, dan lain-lain.
Bila dilihat dari susunan tersebut, dapat dipahami bahwa penyajian aset pada laporan posisi keuangan suatu organisasi nirlaba juga diurutkan berdasarkan likuiditasnya – kemampuan suatu aset untuk dengan mudah dikonversi menjadi kas.

Liabilitas
a. Utang dagang;
b. Pendapatan diterima dimuka;
c. Utang jangka panjang, dan lain-lain
Dalam penyajiannya, liabilitas tetap diurutkan berasarkan masa jatuh temponya.


Aset Bersih
a.   Aset bersih tidak terikat. Aset bersih jenis ini umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan barang, sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi beban untuk memperoleh pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset bersih tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi yang tercantum dalam akte pendirian, serta dari perjanjian kontraktual dengan pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
b.  Aset bersih terikat temporer. Pembatasan ini bisa berupa pembatasan waktu maupun penggunaan, ataupun keduanya. Contoh pembatasan temporer ini bisa berlaku terhadap (1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk jangka waktu tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu dimasa depan, atau (4) pemerolehan aset tetap. Informasi mengenai jenis pembatasan ini  dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih terikat temporer atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.
c.     Aset bersih terikat permanen. Pembatasan ini bisa dilakukan terhadap (1) aset seperti tanah atau karya seni yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak untuk dijual, atau (2) aset yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan secara permanen. Kedua jenis pembatasan ini dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih yang penggunaannya dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.

Contoh laporan posisi keuangan:




2. Laporan Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aset bersih, hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain, dan bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau jasa. Perubahan aset bersih dalam laporan aktivitas biasanya melibatkan 4 jenis transaksi, yaitu (1) pendapatan, (2) beban, (3) gains and losses, dan (4) reklasifikasi aset bersih. Seluruh perubahan aset bersih ini nantinya akan tercermin pada nilai akhir aset bersih yang disajikan dalam laporan posisi keuangan.

Adapun informasi dalam laporan ini dapat membantu para stakeholders untuk:
a)      mengevaluasi kinerja organisasi nirlaba dalam suatu periode,
b)      menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa, dan
c)      menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.

Secara umum, ketentuan dalam Laporan Aktivitas adalah sebagai berikut:
  • Pendapatan disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh penyumbang.
  • Beban disajikan sebagai pengurang aset bersih tidak terikat.
  • Sumbangan dapat disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan.
  • Jika ada sumbangan terikat temporer yang pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, maka sumbangan tersebut dapat disajikan sebagai sumbangan tidak terikat sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai kebijakan akuntansi.
  • Keuntungan dan kerugian dari investasi dan aset (atau kewajiban) lain diakui sebagai penambah atau pengurang aset bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.
  • Selain dari ketiga jenis aset bersih yang ada sebagaimana dijelaskan sebelumnya, organisasi nirlaba tetap berpeluang untuk menambah klasifikasi aset bersih sekiranya diperlukan. Klasifikasi ini bisa dilakukan menurut kelompok operasi atau non-operasi, dapat dibelanjakan atau tidak dapat dibelanjakan, telah direalisasi atau belum direalisasi, berulang atau tidak berulang, atau dengan cara lain yang sesuai dengan aktivitas organisasi.


Lebih lanjut, komponen dalam laporan aktivitas mencakup:
Pendapatan
  1. Sumbangan;
  2. Jasa layanan;
  3. Penghasilan investasi. 
Semua pendapatan tersebut disajikan secara bruto. Namun, khusus untuk pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti beban penitipan dan beban penasihat investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Komponen lain yang juga disajikan dalam jumlah neto adalah keuntungan dan kerugian yang berasal dari transaksi insidental atau peristiwa lain yang berada di luar pengendalian organisasi dan manajemen. Misalnya, keuntungan atau kerugian penjualan tanah dan gedung yang tidak digunakan lagi.

Beban
  1. Beban terkait program pemberian jasa. Aktivitas terkait dengan beban jenis ini antara lain aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para penerima manfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan atau misi organisasi.
  2. Beban terkait aktivitas pendukung (meliputi semua aktivitas selain program pemberian jasa). Umumnya, aktivitas pendukung mencakup:

  • Aktivitas manajemen dan umum, meliputi pengawasan, manajemen bisnis, pembukuan, penganggaran, pendanaan, dan aktivitas administratif lainnya.
  • Aktivitas pencarian dana, meliputi publikasi dan kampanye pencarian dana; pengadaan daftar alamat penyumbang; pelaksanaan acara khusus pencarian dana; pembuatan dan penyebaran manual, petunjuk, dan bahan lainnya; dan pelaksanaan aktivitas lain dalam rangka pencarian dana dari individu, yayasan, pemerintah dan lain-lain.
  • Aktivitas pengembangan anggota meliputi pencarian anggota baru dan pengumpulan iuran anggota, hubungan dan aktivitas sejenis


Perlu dicermati bahwa laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung. Klasifikasi ini bermanfaat untuk membantu para stakeholders dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya. Disamping penyajian klasifikasi beban secara fungsional, organisasi nirlaba dianjurkan untuk menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya, berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan.

Contoh laporan aktivitas







   3. Laporan Arus Kas
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Adapun klasifikasi penerimaan dan pengeluaran kas pada laporan arus kas organisasi nirlaba, sama dengan yang ada pada organisasi bisnis, yaitu: arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Metode penyusunan laporan arus kas pun bisa menggunakan metode langsung (direct method) maupun metode tidak langsung (indirect method).

Arus kas dari aktivitas operasi umumnya berasal dari pendapatan jasa, sumbangan, dan dari perubahan atas aset lancar dan kewajiban lancar yang berdampak pada kas. Sementara itu, arus kas dari aktivitas investasi biasanya mencatat dampak perubahan aset tetap terhadap kas, misal karena pembelian peralatan, penjualan tanah, dsb. Lebih lanjut, arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang; penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk perolehan, pembangunan dan pemeliharaan aset tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment), atau dari hasil investasi yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang.

Semetara itu, ada kalanya organisasi nirlaba melakukan transaksi yang mengakibatkan perubahan pada komponen posisi keuangan, namun perubahan tersebut tidak mengakibatkan kas. Misalnya, adanya pembelian kendaraan operasional dengan utang, sumbangan berupa bangunan atau aset investasi lainnya. Transaksi sejenis ini (yang tidak mengakibatkan adanya perubahan kas) harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan. 


Contoh laporan arus kas menggunakan metode langsung:






DAFTAR PUSTAKA

http://akuntansi-organisasi-nirlaba.blogspot.co.id/
http://mitoyono.blogspot.co.id/2011/01/akuntansi-organisasi-nirlaba.html



Rabu, 05 Oktober 2016

MEMBUAT INTRODUCING INTERVIEW, CV AND RESUME, AND COVER LETTER (B.INGGRIS &BISNIS)

1. INTRODUCING INTERVIEW



INTRODUCING 


Assalamualaikum, good morning. My name is Cherin Umbawa Hikmah. My nickname is Kerin. I’m 20 years old. I’m moeslim. My hobbies are travelling and listen to the music I`m studies Accounting at Gunadarma University. In entering the 5th semester I want to see knowledge in the work environment. I have worked as a sales in shopping centers.

I have the appropriate expertise to lecture me as accounting majors and I can also use Microsoft Office applications. I have good listening and communication skills. I have a creative mind and always up for new challenges. I`m well organized and always plan ahead to make sure I manage my time well. I will contribute my knowladge and experience to meet your expectation.
I’m expecting to become your company. I Interested on that working because I have experience about it. the reason I wanted to join this company is I want to gain experience, and you're looking at this company is my forte. So If this company receive me to be one of its employee I can work better than other candidate because I am more expert and more experienced.

2. CV AND RESUME

CHERIN UMBAWA HIKMAH
JL. Cipinang Latihan RT.008/013 NO.16, East Jakarta
(021) 8513372 / +6289650905999
cherinumbawahikmah@gmail.com 

EDUCATION :                
2011-2014 :                                                                      
I go to senior high school 45th, north jakarta.   
 
2014-2018 :                                                                      
I`m studies Accounting at Gunadarma University.      

               
                                                            
PROFESIONAL SKILLS :

MICROSOFT OFFICE            
 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII      

FINANCIAL STATMENT COMPANY
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII


      PERSONAL SKILLS :
            ORGANIZATION
            IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
            COMMUNICATION
            IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
            COOPERATION
            IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
            TIME MANAJEMENT
            IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

            COMMITMENT
            IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

            
ABOUT ME 
My name is Cherin Umbawa Hikmah, my callname is Kerin. I’m 20th years old. I’m moeslim. I`m studies Accounting at Gunadarma University. In entering the 5th semester I want to see knowledge in the work environment.
I’m a hard working, honest individual. I’m a good time management, always willing to learn new skills. I’m friendly, helpful and polite, have a good sense of humour. I’m able to work independently in busy environments and also within a team setting. I’m outgoing and tactful, and able to listen effectively when solving problems.       
I’m a nice fun and friendly person, I’m honest and punctual, I work well in a team but also on my own as I like to set myself goals which I will achieve, I have good listening and communication skills. I have a creative mind and always up for new challenges. I`m well organized and always plan ahead to make sure I manage my time well.

       ACCOMPLISTMENT :
  • · BEST VALUE CHEMICAL NATIONAL EXAM
  •   BASKETBALL COMPETITION WINNERS 1st EAST JAKARTA

       EXPERIENCE :
  •   EXPERIENCE WORKING AS SALES PROMOTION GIRL EVENT.

     HOBBIES AND INTEREST :
  • TRAVVELING
  • LISTEN TO THE MUSIC
  • CULINARY ALL ABOUT IT




3. COVER LETTER

CHERIN UMBAWA HIKMAH
Jl. Cipinang Latihan rt.008/013 No.16 Jakarta Timur
(021) 8513372 / 089650905999
cherinumbawahikmah@gmail.com



Jakarta, October 2nd 2016




Attention to:
HR Departement
PT. Bank Central Asia
Jl. MH Thamrin No. 1, Jakarta 10310



Dear,
I am interested in working as a teller at companies that father / mother led. I was in college in Gunadarma accounting majors.
I have the ability as an accounting and I have the ability to communicate with good.I very interested so every opportunity I always wanted to learn more to improve. and I am very adaptable to organizational culture, and fun together teams to achieve more advanced. I hope I can be a part of this company. To realize and develop the skills and expertise in accounting, I was hoping to get a chance to occupy a position as a teller at its father / mother led.
           so I created this letter. I hope the opportunity to speak directly with the father / mother led in the near future. hopefully I can be accepted to work in this company. for the attention of father / mother I thank you.



                                                                                                             your bincerely, 






Cherin Umbawa Hikmah




























Minggu, 12 Juni 2016

KASUS MONOPOLI PASAR STUDI KASUS CARREFOUR INDONESIA (TUGAS ASPEK HUKUM dalam EKONOMI)

KASUS MONOPOLI PASAR
STUDI KASUS CARREFOUR INDONESIA

Bisnis ritel atau perdagangan eceran memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan bisnis di Indonesia, baik ditinjau dari sudut konsumen maupun produsen.   Dari sudut produsen, pedagang eceran dipandang sebagai ujung tombak perusahaan yang akan sangat menentukan laku tidaknya produk perusahaan.  Melalui pengecer pula para produsen memperoleh informasi berharga tentang komentar konsumen terhadap barangnya seperti bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya.   Sementara jika dipandang dari sudut konsumen, pedagang eceran juga memiliki peranan yang sangat penting karena bertindak sebagai agen yang membeli, mengumpulkan, dan menyediakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau keperluan pihak konsumen.

Seiring dengan perkembangan, persaingan usaha , khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah dan DPR menerbitkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan hadirnya undang-undang tersebut dan lembaga yang mengawasi pelaksanaannya, yaitu KPPU, diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.

Di dalam kenyataan yang terjadi, penegakan hukum UU praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini masih lemah. Dan kelemahan tersebut ”dimanfaatkan” oleh  pihak CARREFOUR Indonesia untuk melakukan ekspansi bisnis dengan mengakuisisi PT Alfa Retailindo Tbk. Dengan mengakuisisi 75 persen saham PT Alfa Retailindo Tbk dari Prime Horizon Pte Ltd dan PT Sigmantara Alfindo. Berdasarkan laporan yang masuk ke KPPU, pangsa pasar Carrefour untuk sektor ritel dinilai telah melebihi batas yang dianggap wajar, sehingga berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

PERMASALAHAN 
       Dari latar belakang di atas dapat ditarik suatu permasalahan sebagai berikut: Sejauh mana PT Carrefour melanggar Undang Undang No.5 Tahun 1999, sanksi apa yang telah diberikan untuk pelnggaran tersebut, dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus tersebut?
           
TUJUAN 
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pelanggaran PT Carrefour terhadap Undang Undang No.5 Tahun 1999
2. Mengetahui alternative pemecahan masalah terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT Carrefour.


Kasus PT Carrefour Indonesia dan keputusan KPPU
         Kasus PT Carrefour sebagai Pelanggaran UU No. 5  Tahun 1999. Salah satu aksi perusahaan yang cukup sering dilakukan adalah pengambil alihan atau akuisisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan terbatas disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang lainnya tidak dapat di akuisisi.
      Akuisisi  biasanya menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan. Dalam bahasa inggrisnya  dikenal dengan istilah acquisition atau take over . pengertian acquisition atau take over  adalah pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Istilah Take over  sendiri memiliki 2 ungkapan , 1.Friendly take over (akuisisi biasa) 2. hostile take over (akuisisi yang bersifat “mencaplok”) Pengambilalihan tersebut ditempuh dengan cara membeli saham dari perusahaan tersebut. 
        Esensi dari akuisisi adalah praktek jual beli. Dimana perusahaan pengakuisisi akan menerima hak atas saham dan perusahaan terakuisisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut. Menurut pasal 125 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Jika pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka keputusan akuisisi harus mendapat persetujuan dari RUPS. Dan pasal yang sama ayat 7 menyebutkan pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan ,tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih. 
         Dalam mengakuisisi perusahaan yang akan mengambilalih harus memperhatikan kepentingan dari pihak yang terkait yang disebutkan dalam UU. No. 40 tahun 2007, yaitu Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor , mitra usaha lainnya dari Perseroan; masyarakat serta persaingan sehat dalam melakukan usaha. 
      Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009, Majelis Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No.5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.. Pasal 17 UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25 (1) UU No.5/1999 memuat ketentuan terkait dengan posisi dominan. Majelis Komisi menyebutkan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu pangsa pasar perusahaan ritel itu meningkat menjadi 57,99% (2008) pasca mengakuisisi Alfa Retailindo. Pada 2007, pangsa pasar perusahaan ini sebesar 46,30%. sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU No.5 Tahun 1999. 
         Berdasarkan pemeriksaan, menurut Majelis KPPU, penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok dengan meningkatkan dan memaksakan potongan-potongan harga pembelian barang-barang pemasok melalui skema trading terms. Pasca akuisisi Alfa Retailindo, sambungnya, potongan trading terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok, menurut majelis Komisi, tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok di Carrefour cukup signifikan.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.   Pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri untuk tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain. 
2.  Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat. 
3.  Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat. 
4. Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. 
5.  Pelaku bisnis harus konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.


Menurut pendapat saya pelanggaran etika bisnis dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.




KPPU BUKTIKAN ADA PERSEKONGKOLAN PROYEK e-KTP (TUGAS ASPEK HUKUM dalam EKONOMI)

KPPU BUKTIKAN ADA PERSENGKOKOLAN PROYEK e-KTP

    Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada persekongkolan dalam tender penerapan KTP Berbasis NIK Nasional (e-KTP) Tahun 2011-2012. Tindakan haram itu menurut KPPU dilakukan Panitia Tender, Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Astra Graphia Tbk. Demikian putusan Majelis KPPU, Selasa (13/11).
 Dalam putusan tersebut, majelis komisi membeberkan bentuk-bentuk persekongkolan yang dilakukan antara PNRI dan Astra Graphia. Seperti persamaan dari jumlahdan produk yang digunakan. Lalu, persamaan kesalahan pengetikan dalam dokumen penawaran terkait produk Irish Scannerdari L-1.
  Kesamaan itu dinilai majelis sebagai bentuk konsekuensi dari prinsipal yang sama, yaitu L-1. Sehingga, baik jumlah produk yang ditawarkan dan kesalahan pengetikan yang sama dalam dokumen penawaran dimungkinkan terjadi. Persekongkolan penggunaan produk L-1 ini juga diperkuat dengan tidak adanya persyaratan untuk menggunakan Irish Scanner di awal tender.Terhadap inisiatif PNRI dan Astra Graphia menggunakan Irish Scanner,menurut majelis karenapersyaratan tambahan penggunaan Irish Scanner lahir kurang dari 24 jam menjelang batas akhir penyerahan dokumen penawaran ke panitia. Hingga akhirnya, majelis berkesimpulan bahwa terjadi kebocoran informasi yang dicetuskan oleh panitia tender dan informasi tersebut disebarkan ke peserta.
  Selain terbukti melakukan persekongkolan secara horizontal, majelis juga menilai telah terjadi persekongkolan secara vertikal. Antara panitia tender dengan Astra Graphia dan PNRI. Bentuk persekongkolan yang dilakukan panitia tender adalah memfasilitasi dan mengatur pemenang tender. Pengaturan pemenang tender salah satunya dilakukan dengan post biddingterkait ISO 9001 dan 14001 oleh PNRI. Menurut majelis, post bidding berupa mengubah, menambah, mengganti dokumen setelah batas waktu pengumpulan berkas berakhir. Hal ini terbukti dari pemasukan dokumen Surat Keterangan Topaz pada 8 April 2011. Sementara itu, batas akhir pengumpulan berkas adalah 7 April 2011.
  Panitia pun tak luput dari pengamatan KPPU karena dianggap lalai, terkait strategi bisnis PNRI. BUMN itu mencantumkan harga Rp0 terhadap Irish Scanner yang sebenarnya Rp109 miliar. “Panitia lalai karena tidak melakukan klarifikasi atas Rp0 ini. Ini tidak rasional mengingat perusahaan berorientasi profit,” sebut Anggota Majelis Dedie S Martadisastra. Dia tambahkan majelis berkesimpulan ada pengaturan harga antara PNRI dengan Astra Graphia sebesar Rp109 miliar. Tak hanya itu persaingan usaha tidak sehat yang dikupas KPPU dari tender e-KTP. Bentuk lain adalah penggabungan paket kerja dari sembilan unit menjadi satu paket pengerjaan. Majelis berpendapat seharusnya paket tersebut dipecah agar banyak calon peserta potensial dapat mengikuti proses tender.
   Pertimbangan majelis dalam memutuskan telah terjadi persekongkolan diperkuat dengan diabaikan Peraturan Presiden (Perpres) No.54 Tahun 2010tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh Panitia Tender. Bentuk pengabaian adalah panitia tidak memperhatikan Kemampuan Dasar (KD) dan pengalaman peserta tender. Padahal, dalam Pasal 10 ayat (4) Perpres 54 Tahun 2010 tersebut mempersyaratkan harus memperhatikan pengalaman dan KD suatu perusahaan. Dan, perusahaan pernah menangani proyek senilai Rp1,2 triliun. Sementara itu, fakta dipersidangan terbukti bahwa PNRI tidak pernah menangani proyek tender serupa. Bahkan, PNRI hanya pernah menangani tender senilai puluhan miliar.
    Meskipun dalam pembelaannya, panitia tender menyatakan tidak mengabaikan Perpres tersebut karena Pasal 19 ayat (1) huruf h menyatakan pengalaman dan KD tidak diperlukan untuk proyek konsultasi. Namun, majelis tidak sepakat dengan pendapat tersebut. Menurut majelis, dalil tersebut tidak logis. “Untuk itu, menyatakan Panitia Tender telah mengatur dan memfasilitasi PNRI sebagai pemenang tender. Dan, memutuskan PNRI membayar denda sebesar Rp20 miliar dan disetor ke kas negara, dan menghukum Astra Graphia membayar denda sebesar Rp4 miliar,” putus Ketua Majelis Komisi Sukarmi.

Beda Pendapat
     Putusan majelis komisi tidka bulat. Ketua Majelis Komisi Sukarmi dan Anggota Majelis Nawir Messi tidak sependapat dengan musyawarah majelis komisi. Sukarmi berpendapat persamaan produk dan jumlah produk yang digunakan tidak serta merta membuktikan telah terjadi persaingan usaha tidak sehat. Begitu juga penambahan persyaratan terkait Irish Scanner.
  Menurutnya, penambahan tersebut tidak dilarang sepanjang mendapat persetujuan seluruh peserta. Lagi pula, penambahan tersebut hanya bersifat nilai tambah atau alternatif solusi untuk mem-back-up peserta yang tidak bisa diambil sidik jarinya. Ketidaksetujuan Sukarmi terhadap putusan majelis lainnya adalah mengenai harga Rp0 yang diajukan PNRI. Lagi-lagi, menurut pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini mengatakan hal tersebut tidak menjadi soal. Pasalnya, panitia tidak menghitung harga barang per item, tetapi per paket.
    Terkait persoalan penggabungan paket pekerjaan, Sukarmi juga tidak melihat hal tersebut menjadi masalah lagi. Karena, perdebatan mengenai penggabungan atau pemisahan paket pekerjaan telah diselesaikan dalam rapat musyawarah bersama yang dipimpin Menteri Dalam Negeri. Senada dengan Sukarmi, Nawir Messi juga tidak sepakat dengan majelis komisi yang mempersoalkan tentang Irish Scanner, penggabungan paket, dan post bidding. Menurutnya, Irish Scanner hanyalah solusi untuk antisipasi kesulitan dalam mendokumentasikan sidik jari masyarakat. Sehingga, persoalan Irish Scanner tidak perlu dipersoalkan.
   Mengenai penggabungan paket, Nawir Messi melihat penggabungan paket tidak serta merta dinyatakan melanggar Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Pasalnya, ia melihat ada 11 peserta yang ikut tender dan sebanyak delapan dinyatakan lolos. Hal ini membuktikan tidak menghambat persaingan usaha.
   Sedangkan kasus ISO dan post bidding, Nawir Messi menilai persoalan ini belum terungkap secara jelas di persidangan. Sehingga, pembuktiannya dinilai masih lemah dan dianggap tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan. Menurutnya, terkait kasus ISO, investigator juga tidak mencantumkan persoalan ISO di Laporan Dugaaan Pelanggaran. “Investigator tidak menyediakan fakta yang cukup terkait persoalan ini,” pungkas Nawir. Kuasa hukum PNRI Jimmy Simanjuntak akan mengajukan keberatan atas putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Salah satu poin yang hendak dicantumkan dalam memori keberatan adalah terkait post bidding. “Dalam tubuh majelis saja terdapat perbedaan pendapat mengenai post bidding ini. Nanti, ini akan saya cantumkan dalam memori keberatan,” respon Jimmy Usai persidangan.
   Sementara itu, kuasa hukum panitia tender e-KTP Soendoro Soepringgo menghormati keputusan majelis. Ia melihat pembuktian persekongkolan ini sangat kompleks karena kesalahan administrasi dan persekongkolan sangat tipis. “Untuk itu, untuk sementara kita terima dulu putusan majelis,” jawab Soendoro. Namun, Ia menyayangkan dissenting opinion tersebut. Pasalnya, perbedaan pendapat tersebut hanya dilakukan oleh dua majelis hakim dari lima majelis.