ETIKA PROFESI "GURU"
PENGERTIAN
ETIKA
Secara
umum etika dapat diartikan sebagai suatu kedisiplinan yang sangat diperlukan
dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku
yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Dengan
adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling baik
sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya
suatu pola-pola hubungan antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling
menghormati, saling menghargai, tolong menolong, dsb.
Etika sebagai filsafat moral atau
ilmu yang mendekatkan pada pendekatan kritis dalam melihat dan memahami nilai
dan norma moral yang timbul dalam kehidupan masyarakat. (Muslich, 1998).
PROFESI GURU
Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya
manusia untuk menyongsong adanya pembangunan
bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya
mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika
kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi
bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak
menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal
dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung
lagi perkembangannya. Profesi guru hendaknya dilihat dalam hubungan
yang Luas. Sejumlah rekomendasi dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Peranan pendidikan harus dilihat dalam konteks pembangunan secara
menyeluruh, yang bertujuan membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa.
Pembangunan tidak mungkin berhasil jika tidak melibatkan manusianya sebagai
pelaku dan sekaligus sebagai tujuan pembangunan. Untuk menyukseskan pembangunan
perlu ditata suatu sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang
dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Tanpa keahlian
yang memadai maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga
pendidikan, tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, melainkan hanya
dimiliki oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan guru secara
berencana dan sistematik.
2. Hasil pendidikan memang tak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu
singkat, tetapi dapat dilihat dalam jangka waktu yang lama, bahkan mungkin
setelah satu generasi. Itu sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau
salah kendatipun hanya sedikit saja. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
bukan ahli dalam bidang pendidikan dapat merusak satu generasi seterusnya dan
akibatnya akan berlanjut terus. Itu sebabnya tangan tangan yang mengelola
sistem pendidikan dari alas sampai ke dalam kelas harusEtika tenaga profesional
dalam bidang pendidikan.
3. Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk anak
didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh, yang dapat
dipertanggungjawabkan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan terhadap
dirinya. Para lulusan sekolah pada waktunya harus mampu bekerja mengisi
lapangan kerja yang ada. Mereka harus dipersiapkan melalui program pendidikan
di sekolah. Para orang telah mempercayakan anak-anaknya untuk dididik di
sekolah. Mereka tidak cukup waktu untuk mendidik anaknya sebagaimana yang
diharapkan. Mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk diberikan kepada anaknya. Sebagian tanggung jawab pendidikan anak-anak
tersebut terletak di tangan para guru dan tenaga kependidikan lainnya sebabnya
para guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi
yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan
efektif. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika kedudukan, fungsi, dan peran
gurudiakui sebagai suatu profesi.
4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi yang telah dijelaskan di muka,
sudah jelas bahwa pekerjaan guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas
selaku guru. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian pada
masyarakat, dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik itu
mengatur bagaimana seorang guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma
pekerjaannya, balk dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungan
dengan teman sejawatnya.
5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, setiap guru harus
memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
kemasyarakatan. Dengan demikian dia memiliki kewenangan mengajar untuk
diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Dengan demikian
seorang calon guru seharusnya telah menempuh program pendidikan guru pada suatu
lembaga pendidikan tertentu.
Etika
Dalam Profesi Keguruan
Sebagai
tenaga profesional, guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Untuk itu dalam
melaksanakan tugasnya guru harus memiliki etika. Berikut ini adalah etika dalam
profesi guru, yaitu:
1. Etika terhadap Peraturan Perundang-undangan
Pada butir sembilan Kode
Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI,1973). Kebijaksanaan pendidikan di
Indonesia dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain yaitu, pembangunan
gedung, pemerataan kesempatan belajar melalui kewajiban belajar, peningkatan
mutu pendidikan. Karena itu guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Untuk
menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,Kode Etik Guru
Indonesia mengatur hal tersebut.
2. Etika Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peran
organisasi profesi sebagai wadah dan sranan pengabdian. Dalam dasar keenam dari
Kode Etik ini dengan gamblang juga dituliskan bahwa Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk
selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri.
3. Etika terhadap teman sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik
Guru disebutkan bahwa Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial” Ini berarti bahwa :
1. Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dan lingkungan kerjanya.
2. Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di
dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam
hal ini Kode Etik Guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu
diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi.
4. Etika Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik
Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam
membimbing anak didiknya, Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat
yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, dan Tut
wuri handayani. Dari kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik
tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna :
1. Guru hendaknya
memberi contoh yang baik untuk anak didiknya
2. Guru harus
dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan
pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik.
3. Hendaknya guru
menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa.
4. Etika Guru
Profesional TerhadapTempat Kerja
5. Etika Guru Profesional
TerhadapTempat Kerja
Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah
berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara
merata dan bermutudi seluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang
profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka
terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
6. Etika Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang
anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan
dan pengawasan pihak atasan. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang
guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam
menyukseskan program yang telah disepakati, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
KODE ETIK GURU
INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa,Bangsa, dan
negara,serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas
terwujdunya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan mendominasi dasar -dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan danpembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya
proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di
sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap
pendidikan. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan
dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
6. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
7. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
8. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
TUJUAN KODE ETIK
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan kode etik adalah sebagai berikut:
A.
Untuk Menjunjung Tinggi Martabat Profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari
pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah atau remeh
terhadap profesi yang bersangkutan. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut
Kode Kehormatan.
B.
Untuk Menjaga dan Memelihara Kesejahteraan para
Anggotanya
Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik
umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal
kesejahteraan batin para anggota pofesi, kode etik umumnya memberi
petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya. Kode
etik juga mengandung peraturan-peaturan yang bertujuan membatasi tingkah laku
yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi
dengan sesama rekan anggota pofesi.
C.
Untuk Meningkatkan Pengabdian para Anggota Profesi
Tujuan kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan
mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan
tugasnya.
D.
Untuk Meningkatkan Mutu Profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik memuat norma-norma dan
anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu
pengabdian para anggotanya.
E.
Untuk Meningkatkan Mutu Organisasi Profesi
Untuk meningkatkan mutu oganisasi profesi, maka diwajibkan
kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina
organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi.
PENETAPAN KODE
ETIK
Kode etik hanya dapat ditetapkan
oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya,
lazimnya dilakukan dalam suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian,
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus
dilakukan oleh organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota
profesi, tidak dapat dikenankan
Kode etik hanya akan mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin ditangan profesi tersebut, jika semua
orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang
bersangkutan. Jika setiap orang yang menjalan kan suatu profesi secara otomatis
bergabung dalam suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat
dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan
pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
SANKSI
PELANGGARAN KODE ETIK
Dalam setiap
penetapan aturan atau tata tertib, maka tidak lepas dengan yang namanya sanksi
bagi para pelanggar peraturan atau tata tertib tersebut. Begitu juga dalam
penetapan kode etik sebuah profesi, maka juga ada sanksi-sanksi yang bagi
anggota yang melanggar kode etik tersebut. Menurut Mulyana (2007:46)
menjelaskan bahwa sanksi pelanggaran kode etik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sanksi moral, berupa celaan dari rekan-rekannya, karena pada umumnya kode
etik merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan.
2.
Sanksi yang dikeluarkan dari organisasi, merupakan sanksi yang dianggap
terberat
Negara sering kali mencampuri urusan
profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik suatu profesi
tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Dengan
demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah
laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi -sanksi yang sifatnya
memaksa, baik berupa aksi perdata maupun pidana. Sebagai contoh dalam hal ini
jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan
sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka
dituntut di muka pengadilan. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat
cela dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
UNDANG-UNDANG TENTANG
ETIKA PROFESI GURU
Adapun
Undang-Undang yangmengatur tentang etika profesi guru yaitu undang-undang
republik indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yaitu
diantaranya berbunyi :
Pasal 2
1. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
1. Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan
guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Etika Guru
Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah diketahui bersama bahwa
suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1
bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu
diseluruh jenjang pendidikan.
SUMBER:
https://sugiatibuahati.wordpress.com/2015/01/29/etika-dalam-profesi-guru-3/
https://arfianbella.wordpress.com/2016/02/01/etika-profesi-gur
https://kimiacakep.blogspot.com/2017/03/makalah-tentang-etika-profesi-guru.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar